Nu’aiman, Sahabat Nabi yang Gemar Bercanda
Suatu ketika, sahabat Nabi, Nu’aiman, bercanda menjual temannya sendiri.
Nabi Muhammad SAW telah memuji generasi pertama Muslimin, yakni para sahabat beliau. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Yang terbaik dari kalian (umat Islam) adalah orang-orang yang hidup pada zamanku (sahabat), kemudian orang-orang setelah mereka (tabi’in), kemudian orang-orang setelah mereka (at-tabiit taabi’in).”
Dari seluruh sahabat Nabi, ada yang bernama Nu’aiman bin Amr bin Rafa’ah. Mungkin, dia cukup khas di antara mereka karena sifatnya yang bukan hanya periang, tetapi juga gemar bercanda. Ia masyhur sebagai lelaki yang kreatif dan jenaka.
Beberapa kali, Rasulullah SAW terhibur akan kreativitas sahabat beliau ini. Bahkan, pernah pula Nabi SAW sendiri yang menjadi “sasaran” canda Nu’aiman.
Kisah berikut kali ini menggambarkan bagaimana keisengan sosok ashabul Badr itu terhadap kawannya sendiri, sesama sahabat Nabi. Pada suatu ketika, Nu’aiman bin Amr turut serta dalam rombongan kafilah dagang yang dipimpin Abu Bakar ash-Shiddiq.
Arak-arakan ini bergerak dari Madinah menuju Negeri Syam. Setelah meminta izin kepada Nabi SAW, maka berangkatlah mereka semua.Perjalanan yang panjang dan melelahkan itu ditempuh dengan penuh kesabaran dan kehati-hatian. Mereka hampir tiba di titik tujuan. Pada siang itu, Abu Bakar memutuskan untuk mengistirahatkan timnya di dekat sebuah oasis.
Kemudian, ayahanda ummul mu`minin ‘Aisyah itu mengabarkan kepada seorang sahabat yang menyertainya, yakni Suwaibith bin Harmalah. Abu Bakar hendak pergi sejenak ke pasar terdekat dari sumber mata air itu. Sebab, dirinya akan membeli berbagai kebutuhan pokok dan mengecek harga-harga komoditas lokal.
Oleh Abu Bakar, Suwaibith diminta untuk menjaga kereta yang berisi penuh makanan. Permintaan itu pun disanggupi. Selang beberapa lama, Suwaibith melihat seorang anggota rombongan mendekatinya. Dia adalah Nu’aiman bin Amr. Lelaki dari kalangan Anshar itu tampak amat letih dan lemas.
“Wahai Suwaibith, apa yang engkau lakukan di depan kereta perbekalan kita ini? Dan, di manakah Abu Bakar?” tanya Nu’aiman.
“Beliau pergi sebentar ke pasar dekat dari sini. Dan aku ditugaskan olehnya menjaga kereta ini,” jawab Suwaibith.
“Kalau begitu, berikanlah kepadaku sepotong roti dari perbekalan kita. Sungguh, aku sangat lapar,” pinta Nu’aiman.
“Tidak boleh! Aku harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Abu Bakar, pemimpin rombongan kita,” tegas Ibnu Harmalah.
Sungguh, engkau akan kuberikan pelajaran.
Berkali-kali Nu’aiman meminta, tetapi permintaannya itu selalu ditolak. “Sungguh, engkau akan kuberikan pelajaran,” katanya.
“Aku tidak takut!” ucap Suwaibith kepada Nu’aiman yang kemudian pergi menjauhinya.
Ternyata, diam-diam Nu’aiman pergi ke pasar. Tujuannya bukan mencari Abu Bakar, melainkan sekumpulan pedagang yang biasa membeli budak. Kepada mereka, ia langsung berkata, “Wahai Saudara-saudara, aku hendak menjual budak. Harga normalnya 300 dirham, tetapi aku sangat butuh uang berapa pun saat ini. Kulepas untuk kalian hanya dengan 20 dirham, bagaimana?”
Tentu saja mereka menyanggupi. “Ini 20 dirham!” kata seorang dari mereka sembari menyalami tangan sahabat Nabi SAW ini, “Nah, sekarang di mana budak kau itu?”
“Ia ada di dekat oasis sana, memakai pakaian begini dan begitu. Namun, harap kalian perhatikan! Ia sungguh aneh walaupun bisa diandalkan buat bekerja. Sebab, budak itu sering mengaku kalau dirinya adalah orang merdeka,” jelas Nu’aiman.
Budak itu sering mengaku kalau dirinya adalah orang merdeka.
Maka bergegaslah orang-orang ini ke tempat yang dimaksud. Begitu melihat Suwaibith, mereka langsung menyergapnya.
Sontak saja, Suwaibith terkejut dan menghardik mereka. Namun, para pedagang ini tidak kalah kerasnya. “Kami sudah tahu tabiatmu! Tidak usah kau mengelak seperti orang merdeka,” katanya.
Sementara Suwaibith dalam keadaan terikat dibawa ke pasar, Nu’aiman keluar dari persembunyiannya. Barulah sesudah itu, Abu Bakar kembali ke oasis itu.
“Di mana Suwaibith?” tanyanya.
Nu’aiman menceritakan duduk perkara apa adanya. Kaget, Abu Bakar bergegas ke pasar lagi untuk membeli Suwaibith dari para pedagang itu.
Dari Syam, rombongan ini pulang ke Madinah. Sesampainya para sahabat ini, Abu Bakar menuturkan cerita tentang “teman menjual teman” itu kepada Rasulullah SAW.
Nabi SAW tertawa hingga gigi geraham beliau tampak. Walaupun telah lewat masa setahun, Rasul SAW acap kali menyampaikan kisah lucu itu kepada para tamunya sebagai selingan.
“Nu’aiman akan masuk surga sambil tertawa karena ia sering membuatku tertawa,” ucap beliau suatu kali.