Kisah Sahabat Nabi yang Pingsan saat Puasa, Siapakah Dia?
Qais bin Shirmah Al-Anshari namanya. Sahabat Rasulullah SAW yang satu ini berasal dari golongan kaum Anshar.
Kala itu pada bulan Ramadan, suhu udara di Madinah sangat terik. Sampai-sampai, panas Matahari terasa seperti menyengat tubuh.
Setelah selesai bekerja tepat pada waktu berbuka, Qais pulang ke rumah dan bertanya kepada sang istri, “Apa kita punya makanan?”
Si istri yang tidak berpuasa karena tengah haid, menjawab Qais dengan perasaan sedih bahwa tidak ada makanan di rumah. Merasa tak tega, ia berkata “Tunggulah sebentar, aku akan mencarikan makanan untukmu,”
Dikisahkan dalam buku Pesona Ibadah Nabi oleh Ahmad Rofi’ Usmani, sang istri lalu pergi mencari makanan untuk Qais. Merasa lelah setelah seharian bekerja, Qais pun tertidur pulas.
Sekembalinya si istri membawa makanan, ia merasa tak tega membangunkan suaminya yang tengah terlelap karena seharian bekerja. Akhirnya, tidurlah Qais semalaman tanpa berbuka.
Walau begitu, keesokan harinya Qais tetap berpuasa. Alhasil, pada tengah hari dirinya jatuh pingsan karena belum makan dan minum sejak kemarin.
Peristiwa tersebut lantas sampai ke telinga Rasulullah SAW. Lalu turunlah surat Al-Baqarah ayat 187 yang berbunyi:
أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ ٱلصِّيَامِ ٱلرَّفَثُ إِلَىٰ نِسَآئِكُمْ ۚ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ ٱللَّهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ ۖ فَٱلْـَٰٔنَ بَٰشِرُوهُنَّ وَٱبْتَغُوا۟ مَا كَتَبَ ٱللَّهُ لَكُمْ ۚ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ ٱلْخَيْطُ ٱلْأَبْيَضُ مِنَ ٱلْخَيْطِ ٱلْأَسْوَدِ مِنَ ٱلْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا۟ ٱلصِّيَامَ إِلَى ٱلَّيْلِ ۚ وَلَا تُبَٰشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَٰكِفُونَ فِى ٱلْمَسَٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُودُ ٱللَّهِ فَلَا تَقْرَبُوهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ ءَايَٰتِهِۦ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Artinya: “Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beritikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertakwa,”
Mengutip dari buku Bekal Ramadhan dan Idhul Fitri 2 oleh Saiyid Mahadhir Lc MA, pada ayat tersebut dijelaskan terkait benang putih dan benang hitam. Maksud dari kata benang ialah gelapnya malam dan terangnya siang atau fajar.
Hal tersebut dikatakan oleh salah seorang sahabat Rasulullah yang bernama Adi bin Hatim RA, ia bertanya kepada Nabi SAW mengenai maksud dari benang putih dan benang hitam pada surah Al Baqarah ayat 187, beliau bersabda: “(Bukan) akan tetapi ia adalah gelapnya malam dan terangnya siang (fajar).” (HR Bukhari)
Pada zaman itu, puasa Ramadan baru diwajibkan sehingga belum ada ketentuan jelas terkait batasan-batasan kapan diperbolehkan makan-minum serta kapan tidak boleh. Sebagian sahabat yang berpuasa bahkan tertidur sebelum berbuka hingga sepanjang malam.
Ada juga yang tertidur lelap sampai-sampai tidak melaksanakan sahur, namun tetap harus puasa keesokan harinya, seperti yang dialami oleh Qais ibn Shirmah. Dengan demikian, turunnya surah Al Baqarah ayat 187 menjadi pedoman bagi kaum muslimin menjalankan puasa Ramadan.
Terlebih, pada ayat tersebut dijelaskan mengenai waktu berpuasa Ramadan, yaitu dari terbit fajar hingga terbenamnya Matahari.